Kamis, 05 Februari 2015

Munara, Akhirnya Naik Gunung Juga!

Masih beberapa hari lagi sebelum Praktik Kerja Lapangan (PKL) gue dimulai. Beberapa temen gue udah ada yang memulainya lebih dulu, karena memang perusahaan menginginkannya. Waktu-waktu luang ini gue manfaatkan sekedar refresh atau ngobrol bareng sahabat-sahabat gue. Kebetulan, salah satunya Ridho, yang juga gue pernah ceritain di tulisan sebelumnya "berteman" dengan pacar. Sosoknya bakal lebih banyak keliatan di tulisan kali ini.


Gue juga beberapa hari ini "main" bukan cuma dengan Ridho, tapi juga beberapa adek kelas gue. Ada yang adek kelas beda 1 tahun, ada juga yang 2 tahun di bawah gue. Nah, gue perkenalkan, ada Riyan dan Pujo, kedua sahabat yang sampai saat ini "sepemikiran" dengan gue dan Ridho. Overall, kemana-pun kita selalu nyambung, mungkin karena sifat mereka yang easy-going.
Kiri-Kanan: Gobel (Anak gunung, yang banyak memegang cerita mistis tentang gunung), Pujo, dan Ryan (Depan)
Beberapa hari sebelum tanggal 4 Februari, Ryan baru aja pulang dari Gunung Munara. Ryan menyebutnya sebagai "survei", kebetulan cuaca saat itu kurang bersahabat katanya, lembab karena ujan jadi track pendakian sedikit lebih sulit.

Berbekal persiapan yang lumayan "dadakan", gue berangkat dari Jakarta Rabu pagi. Sebelum benar-benar ke Munara, mampir dulu ke kontrakan Ridho. Sepanjang perjalanan, perasaan gue gak enak. Bukan hanya karena menahan pipis dari Jakarta, tapi ada motor vespa kuning milik Mayya (adek kelas gue lainnya) yang mengikuti dari belakang. Macam penculik tapi lebih feminim.

Lama ngobrol di kontrakan Ridho, ada hal "kenegaraan" yang gue omongin ke Mayya. Akhirnya, Mayya berhasil gue dan Ridho bujuk buat ikut.

***

Perjalanan gue tempuh hampir sekitar 1,5 jam sebelum titik terakhir parkir motor di kaki gunung Munara. Sebelum kesana, arah Bogor Kota-Parung-Ciseeng-Rumpin gue dan kawanan lalui. Bergelut dengan jalan yang mulanya aspal baik-baik hingga jalan berlubang penuh pasir. Gak banyak mobil yang kita temui. Bahkan yang ada hanya truk-truk besar pengangkut pasir kali gue rasa.

Parkir motor dan memersiapkan semuanya menjadi awal kami mulai naik gunung. Yah, ini mungkin jadi pengalaman kedua gue naik gunung, setelah sebelumnya kelas 2 SMA naik juga. Entahlah apa yang gue naikin waktu kelas 2 itu gunung apa bukan. Pastinya, itu adalah akses menuju ke kampung Baduy, di daerah Banten.

Ridho nampak siap dengan berbagai perlengkapan naik gunungnya. Celana pendek dan baju futsal bertuliskan "Informatika Diploma IPB" menemaninya.

"Naik gunung tuh enaknya pake celana pendek bos!" - Ridho, 20 Tahun. Pernah naik gunung.

Bentar, sebenernya ada Qisti yang juga hampir ikut. Tapi karena ada masalah satu dan lain hal dia gak ikut.

Semuanya udah siap, termasuk Pujo dengan kameranya. Mayya juga dengan pakaian naik gunung namun tetap feminimnya. Berbeda dengan gue, pakaiannya lebih mirip kayak peneliti yang mau mengambil tanaman penting di puncak gunung. Salah kostum. Biarlah, alam gak perlu tau kita pake baju apa. #Alibi
Ryan, Ridho, Gue (Reza Rahardian), Mayya
Jalan setapak tanah dan bebatuan adalah satu-satunya jalan yang bisa kami andalkan. Jangan harap ada tangga beton apalagi eskalator disana, ini gunung bukan Pondok Indah Mall. Hehe.

Gak ada yang kedengeran selain suara obrolan gue dan Mayya, juga beberapa quotes yang muncul dari Ridho.

"Kalo naik gunung, ketauan deh sifat asli cewek gimana" - Ridho, 20 Tahun.

Desa terakhir kami lalui, "pintu gerbang" berupa hamparan sawah dan sungai kecil menjadi penanda kami tiba di track pendakian.

Gak lama gue dan Mayya ngobrol, karena menghabiskan banyak banget energi. Beruntung, pos 1 berhasil kita temui dan jadi tempat istirahat pertama. Masih ada dua pos lagi sebelum benar-benar sampe puncak. Ryan bercerita, disini (Munara) ada aja beberapa orang yang memanfaatkannya sebagai tempat meditasi atau ritual khusus. Kami lanjut jalan, Gobel dengan entengnya mendaki, berasa gunung punya dia. Hahahaha..

Track makin sulit, yang tadinya landai, sekarang mulai terjal...
Yang tadinya keras, sekarang melunak tanahnya..
Yang tadinya sayang, sekarang pergi tanpa bekas sedikit pun.. Apalah ini curhat nyempil disini -____-'

Saran gue, bawalah perbekalan air minum yang cukup. Kami membawa sekitar 5 liter air minum botol. Itu pun masih sangat kurang. Satu lagi, jangan berharap di atas ada minimarket apalagi tukang pulsa! Gak lucu, ini gunung. -___-
Sempat kami temui beberapa warga sekitar yang membuka usaha di tengah track. Mereka mendirikan warung sederhana dari bambu dan kayu. Banyak yang dijual, seperti air mineral, makanan ringan bahkan mie instan. Oh iya, disini banyak pohon berbuah, ada duren, rambutan dan beberapa lainnya.Tapi jangan sembarangan diambil, inget itu bukan punya lo.

Ada juga beberapa ibu-ibu sambil menggendong anaknya. Rombongan mungkin, terlihat turun selesai mendaki. Kuat juga pikir gue, dan itulah yang bikin penasaran. Masih muda, mestinya masih punya tenaga lebih dari yang tua. Keadaan itu makin diperparah dengan ibu-ibu lumayan tua melintas dengan santainya melewati rombongan gue yang sedang istirahat. Beliau tampak ngobrol dengan Gobel dengan logat Sunda kental. Kira-kira begini translate-nya:

"ayo atuh nak, naik ke atas. Ibu punya warung di atas" - Ibu itu ke Gobel.

"silahkan bu duluan, kita istirahat dulu.." Begitulah, kami cuma melihat ibu itu pergi dengan santai.

Lumayan lama hingga sampe ke sebuah dataran menjelang bukit. Kami putuskan istirahat. Ibu itu benar, dia punya warung lumayan besar dengan jualan yang lebih lengkap dari sebelumnya. Sempat beliau dan suaminya bercerita tentang "ritual" beberapa orang yang punya hajat di gunung ini. Kabarnya, siapapun yang hajatnya terpenuhi dipersilahkan memotong kambing di gunung dan membakar petasan. Benar saja, gak jauh dari kami beristirahat, ada suara petasan menggelegar.

Kirain udah setahun gue mendaki, ternyata perayaan toh..

Tempat istirahat, warung-mart yang gue bilang tadi. Nyaris di puncak
Gak jauh dari sana, ada jalan terjal sedikit tempat pengunjung bisa climbing. Pengelola menyediakan tali untuk naik ke tebing yang lumayan tinggi itu. Gue agak ragu pada awalnya, setelah pada akhirnya dipaksa oleh Ridho.
Sumpah! Gak sadar difoto. Lagi susah begini, Ridho (baju ungu) keliatan menikmati. Kan kesan susah gue jadi ilang -___-'
Memang harus ekstra hati-hati biar gak terperosok. Lagi, gue dipandu dua anak gunung (Gobel dan Rian) buat naik. First time gue akui tapi asik...
Susah di awal tapi enak di atas. Jadi inget kenakalan waktu SD, naik ke genteng gedung sekolah cuma buat teriak-teriak bareng temen-temen. Sama-sama menguras adrenalin.
Inilah bentangan "Sederhana" Ciptaan Allah, indah terasa lepas ketika di atas
Difoto Pujo yang udah sampe di atas duluan. Abaikan gue yang lagi selfie, selfie, selfie everywhere...
Sebentar kami disini, perjalanan menuju puncak kita lanjutkan. Kalo di ajang pencarian bakat, menuju puncak berarti menjadi terkenal, tapi ketika di gunung, menuju puncak berarti berkenalan. Berkenalan dengan keindahan ciptaan-Nya. Saah! Sa aje nyambunginnya..

Banyak jalan yang hanya berupa jalan setapak dan dihimpit bebatuan besar

Sesampainya di puncak, udah ada beberapa orang tiba di atas. Ada yang berpasangan, ada yang berkelompok. Target utama kami dua buah batu besar yang langsung menghadap ke bentang alam di depannya.

Ini tulisan buat Qisti yang gak bisa ikut.
Kami nyempetin membawa beberapa lembar kertas dan spidol buat nulis macem-macem di atas. Biar kekinian. Tenang, sampah kami bawa turun dan buang di bawah. Ini bisa jadi peluang usaha, jasa penyewaan kertas atau papan tulis buat para pendaki yang "narsis" kayak kami.

KAMU YANG TERINDAH...
DAPET SALAM...
DARI BUKIT TERJAL MUNARA..
CIPTAAN INDAH TUHAN YANG LAINNYA....

MUNARA, BOGOR
4 FEBRUARI 2014

Kata-kata yang udah gue siapin dari pas berangkat, sepanjang jalan gue hafal. Alay memang, tapi seru ah. Pulang ke Jakarta, ini oleh-olehnya. Hehehe.. Tentu dengan beberapa foto "niat" tentang pemandangan alam yang gue bagi tentunya.




Sampai di atas, gue syukuri semuanya, betapa hijau terbentang di depan mata. Sejuk, terasa damai. Cuma terdengar suara nyanyian burung. Serius, gak dramatis, gak lebai. :)

Ini beberapa gambar buktinya (silahkan perbesar untuk dinikmati):




Indah bukan?
Terakhir gue ngelihat hamparan pohon begini di game komputer yang biasa gue mainin dulu. Simcity 4 namanya. Jadi kangen.

Ridho, Ryan, dan Gobel mencoba sisi batu lainnya yang lebih terjal.

Hampir takut karena hujan mulai turun. Tapi Gobel menenangkan, kalo ujan bakal lewat. Maklum, di atas kurang memadai tempat berteduhnya, so kalian yang mau kesini harus bener-bener siap dengan perlengkapan kalian.
Di batu tempat gue, ada batu lainnya yang cuma bisa diakses dengan melompat. Pengunjung harus ekstra hati-hati kalo gak benar-benar ahli. Ini Ryan mencoba bikin foto.
Kami turun. Hari udah siang sekitar pukul 2, sejuk memang tapi kami takut ujan deras menghadang. It's oke kalo udah di bawah, di atas? Oh engga deh kayaknya.

Mampir lagi ke warung ibu tadi, Gobel dan Ridho bertukar cerita soal pengalaman naik gunung. Sedikit banyak gue ngerti dan akhirnya nambah pengetahuan soal naik gunung. Biar ada bahan obrolan juga. Sementara gue coba buat video ala-ala Indonesia Bagus-nya NET. TV.


Gue suka pola gambar begini. Tapi sayang, alat gak mendukung cuma bermodal hp.
Gue penasaran, gue coba naik tebing terjal tadi sendirian. Mencoba ambil gambar dan video. Gue puas, dan akhirnya turun lagi bareng mereka mengakhiri pendakian.

Salut. Itu yang terlintas ketika gue dan rombongan ketemu seorang kakek yang juga lagi beristirahat.
Kek, angkat aku jadi cucu perguruanmu!
Kakek itu nampak menggenggam sebotol minuman berwarna merah. Kata Gobel sih anggur merah..
Sepanjang perjalanan pulang, gue ngobrol dengan Ryan. Gak terasa eh kepeleset dan jatuh terduduk. Beruntung, saksi mata sedikit.. Gapapa, berarti gue udah ngerasain getirnya naik gunung. (Jatoh mah jatoh aja bos!)

Selesai. Kami balik ke Bogor, dan gue putuskan nginep di kostan. Emang niat sih sekalian bayar kos, istirahat dengan kaki pegel. Maklum, lama gak jalan kaki, sepertinya emang harus sering latihan fisik. Latihan kekuatan hati udah, fisik doang sih yang jarang.

Itu aja yang mau gue bagi selepas perjalanan kemarin, 4 Februari ke Situs Gunung Munara Bogor... Semoga pada suka yah! :)

Terakhir...

Ini cuma sedikit dari yang Allah sebenarnya ciptakan..
Banyak hamparan bukit hijau dan alam yang masih panjang terbentangkan...
Tinggal kita sebagai manusia ciptaan-Nya juga yang indah...
Bertugas terus menjaga, memberi perhatian, sambil menikmatinya tanpa harus merasa lelah...
-Alfian dengan penuh syukur
Situs Gunung Munara,
4 Februari 2015

1 komentar:

 

Fian Berbagi Tulisan Template by Ipietoon Cute Blog Design